Jumat, 18 Agustus 2017

Sepatah Kata Buat Anda



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
Detail Magazine berhasil diterbitkan.
Kami selaku dewan redaksi mengucapkan terima kasih atas aspirasi semua pihak sehingga Detail Magazine berhasil diterbitkan.
Semoga dapat memberi motivasi kepada kita untuk selalu berkarya dalam bentuk tulisan.
Bersamaan dengan ini diharapkan masyarakat lebih peduli dan dapat menjadi penerus industri kecil kain Lurik yang sangat berkembang di Kabupaten Klaten.
Dengan demikian Lurik Klaten akan semakin dikenal masyarakat luas, dan diakui bahwa kain Lurik ATBM adalah kain tenun khas asli Indonesia.
Tak lupa redaksi mengharap kritik dan saran dari berbagai pihak demi kemajuan dan perbaikan Detail Magazine.







By : SNR

GALERI " L U R I K "

Galeri Foto
#KlatenLurikCarnival


Galeri Foto
#Chingay2017


Koleksi Lurik di Showroom Prasojo



"LURIK PRASOJO" Sang Pelopor Lurik




Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan diiringi menurunnya minat terhadap budaya lokal, namun tak menyurutkan semangat para perajin Kain Lurik di daerah Klaten. Salah satunya adalah “Lurik Prasojo” yang memproduksi lurik dengan lebel prasojo. Pemiliknya, Bapak Wahyu Suseno adalah seorang owner CV. Kusumatex dan saat ini dikelola oleh menantu dari putra pertamanya Hanggo Wahyu Amerto, Maharani Setyawan.  Lurik Prasojo terletak di Kampung Pencil, Kelurahan Bendo, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Lurik Prasojo merupakan jenis usaha bergerak di bidang tekstil, yaitu
membuat kain Lurik yang telah berdiri sejak tahun 1950.  Saat ditemui  oleh reporter Detail Magazine ditempat kerjanya, Handoyo, Kabag Produksi menceritakan berdirinya   Lurik  Prasojo.  Pada  awalnya, tahun 1950 sampai 1964 Lurik Prasojo memproduksi kain Lurik dengan menggunakan alat tenun manual. Dalam memproduksi lurik, awalnya hanya dengan motif dan warna yang masih terbatas (warna klasik). Namun, dengan perkembangan teknologi pada tahun 1965 Lurik Prasojo sudah menggunakan mesin tenun yang produksinya tidak hanya warna dan motif klasik saja. Tetapi warna dan motif yang sudah bervariasi.
Tak hanya itu, kreasi dan inovasinya pun berkembang menjadi lebih banyak dan menarik. Sehingga tidak hanya membuat kain Lurik saja, namun juga membuat aneka ide kreatif lainnya. Seperti, membuat Jarik, kain lap makanan/ serbet, dan selimut.
CV. Kusumatex mempekerjakan karyawan sebayak 200 orang.Dimana setiap 1 operator mengawasi 4 mesin tenun. Dulunya “Prasojo” hanya mempunyai mesin tenun sebanyak 20 saja, karena produksi terus meningkat kini bertambah menjadi 146 mesin.
Mesin-mesin tersebut terdiri dari 52 mesin produksi lurik, 22 mesin produksi lap makan, dan 72 mesin produksi selimut & jarik. Target dalam satu hari satu mesin dari jam 07.00 WIB sampai jam 15.00 WIB harus memproduksi kain sepanjang 25 meter untuk kain lurik dan lap makan. Sedangkan untuk menghasilkan selimut dan jarik 30 meter dengan waktu yang sama. Hal tersebut berbeda-beda karena kecepatan masing-masing mesin tidak sama.
Perkembangan kain Lurik di era sekarang ini sangat pesat, dengan adanya peraturan pemerintah  daerah yang mewa jibkan pegawai negeri untuk mengenakan baju lurik atau batik. Lurik Prasojo sangat berterimakasih atas peran Pemerintah
 Daerah dan Jateng yang saling bersinergi mendukung para perajin Lurik untuk terus meneruskan warisan budaya kain tradisional lurik ini.
Diharapkan dengan adanya usaha yang dirikan saat ini dapat melestarikan budaya kain lurik yang saat ini semakin luntur. Selain itu, kedepannya usaha ini semoga dapat meningkatkan perekonomian warga daerah Klaten dan mampu menciptakan lapangan kerja bagi warga sekitar.



Maharani Setyawan, seorang wanita kelahiran Wonogiri, 29 Juli 1982 ini adalah pengelola generasi ke 3 usaha lurik ATM (Alat Tenun Mesin) “Lurik Prasojo” di Pencil, Bendo, Pedan, Klaten. Suaminya Hanggo Wahyu Amerto adalah putra pertama dari Bapak Wahyu Suseno owner PT. Kusumatex.
Dengan ide-ide segar dan semangat besar dari Rani alumni AAYKPN fakultas Ekonomi Manajemen tersebut. Perlahan namun pasti, semua berbuah manis. Brand image “PRASOJO” atas Tenun Lurik tersebut melambung  naik  mampu   mengalahkan para pesaing yang ada dan Rani berhasil menembus pasar internasional dengan koleksi fashion dari luriknya.
Menurut Rani, kesuksesan itu bisa diraih siapa saja karena kreativitas diri sendiri dan jadikan bekerja itu seperti hobi. “Yang menunjang untuk sukses berjalannya usaha itu karena kreativitas itu sendiri. Dan saya menjadikan bekerja itu adalah hoby sehingga menyenangkan”, jelas Rani. Karena hebatnya, Rani pernah mendapatkan sebuah Piagam Penghargaan menjadi juri Fashion Show Lurik dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-48 Kabupaten Klaten tahun 2012.
Didalam Showroom Lurik Prasojo terdapat berbagai jenis lurik seperti lurik batik, lurik garis, lurik grimis (dom tlusup), jarik dan masih banyak lagi. Berbagai macam tas, sepatu, kipas, bantal, jaket, baju gamis, rok, celana,  topi, kalung,  gelang, dan jas terbuat dari bahan Lurik yang harganya beragam mulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah.
Meskipun sudah sampai ke luar negeri, hebatnya pemasarannya hanya dari mulut ke mulut dan sosial media pribadi. “Jujur mbak, kami tidak pernah memakai marketing. Semua beredar dari mulut ke mulut, hanya dengan  social media pribadi saya saja, jadi saya tidak membaik-baikan Prasojo tetapi biar testimoni para pelanggan yang menjadi dasar orang-orang tertarik untuk ikut membeli dan memakai”, kata Rani.
“Kita patut berbangga atas produk-produk dalam negeri ini, tetapi alangkah baiknya kita juga harus ikut melestarikannya. Mengenakan pakaian dari batik lurik salah satu cara kita melestarikan budaya batik.” Tambah Rani.

CHINGAY PARADE SINGAPORE 2017






Chingay Parade adalah pawai besar-besaran di Singapura menyambut Cap Go Meh. Delegasi Indonesia tampil memukau dengan kostum penuh warna.
Pesta Chingay Parade Ditutup dengan pesta kembang api, taburan confetti dan rona cahaya yang memenuhi F1 Pit Building, Singapura. Selama dua hari, 9 dan 10 Februari 2017 pertunjukan tersebut dipenuhi oleh lautan manusia.
Diperkirakan oleh panitia 160 ribu hingga 180 penonton menyaksikan langsung pertunjukan Chingay Parade Singapore 2017, salah satu festival cahaya terbesar di dunia. Dihelat setiap tahun sejak 1974, karnaval ini ditujukan untuk menyambut Tahun Baru Imlek.
Pesta tahun ini terasa berbeda dengan penyelenggaraan tahun-tahun kemarin. Kali ini dibagi menjadi tiga area dengan tema berbeda. Sebuah panggung 100 meter di kiri lintasan, sedangkan pada sisi kanan sebuah kolam air menjadi lintasan penari.
Selain menampilkan berbagai atraksi dari berbagai komunitas di Singapura, Chingay Parade 2017 dihiasi dengan deretan mobil hias yang bermandikan cahaya. Istimewanya, kali ini panitia menampilkan berbagai unsur alam sebagai atraksi, mulai dari hujan, petir, api, angin, air, permainan cahaya serta efek salju yang manambah meriah acara.
Dibuka oleh Perdana Menteri Singapura, Mr. Lee Hsien Loong, Chingay Parade kali ini juga diikuti oleh beberapa negara. Malaysia, Indonesia, Jepang, China, Kamboja , Korea Selatan, Taiwan dan Thailand. Mereka menampilkan berbagai atraksi kesenian daerah, modern dan aksi bela diri yang memukau.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Indonesia mengirimkan kontingennya pada Chingay Parade Singapore 2017 kali ini. Dengan mengangkat tema ‘Kuda Lumping’, sekitar 250 penari didatangkan dari beberapa daerah di Indonesia.
Dalam rilis delegasi Indonesia, Minggu (12/2/2017) tim inti terdiri dari 60 penari dari Institut Seni Surakarta, Pemkab Klaten dan Indonesia Batik Lurik Carnival. Sisanya yang merupakan tim pendamping berasal dari ISI Denpasar, Universitas Medan, Al Azhar Shifa Budi, Pemkab Boyolali, INSIM Singapura serta staf KBRI di Singapura. Mereka menampilkan berbagai jenis tarian tradisional, baju karnaval megah khas Indonesia serta diiringi oleh sebuah aransemen yang memadukan musik etnik dan kontemporer Indonesia.
Diharapkan melalui festival internasional tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) berharap lurik dari Klaten bisa go international sebagaimana batik yang sudah lebih dulu mendunia.
Dikirimkan Duta Lurik Pedan pemenang Klaten Lurik Carnival 2016 itu, karena lurik dipilih lantaran warisan leluhur dan produk unggulan Klaten. Selain itu, partisipasi tersebut bisa menjadi ajang promosi untuk mengenalkan kain tenun lurik khas Pedan kepada dunia. Dengan mengangkat tema Pesona Kencana Nusantara, Indonesia menjadi tim pembuka membuka kontingen internasional. Dengan gerakan dinamis serta musik nan rancak, mereka memasuki lintasan dan langsung mendapat aplaus dari penonton. Sembari mengoyangkan lightstick yang dibagikan oleh panitia, mereka memberi apresiasi kepada tim Indonesia dengan tepuk tangan meriah.
Lintasan yang menjadi arena pentas Chingay Parade 2017 terbagi menjadi tiga area. Setiap kelompok penampil mempersembahkan tarian mereka sebanyak tiga kali, pada masing-masing area. Seusai tampil, seluruh tim inti dari seluruh peserta diajak berkumpul kembali memenuhi sepanjang lintasan.
Kehadiran tim kesenian Indonesia mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata RI lewat branding Wonderful Indonesia. Selain sebagai ajang memperkenalkan kekayaan khazanah seni budaya, event ini juga dijadikan sebagai promosi berbagai destinasi menarik di indonesia, dengan harapan para wisatawan tertarik untuk mengunjungi keindahan Indonesia.
Sumber : Copas Edit

KLATEN LURIK CARNIVAL 2017




Klaten Lurik Carnival (KLC) 2017 merupakan rangkaian perayaan HUT Kabupaten Klaten ke 213 dan HUT RI ke 72 yang digelar di sepanjang Jalan Pemuda Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2017). Kali ini KLC dibuat beda dengan tahun-tahun kemarin, yang membedakan adalah jarak tempuh peserta KLC yang biasanya berjalan sepanjang 2,7km kini hanya berjalan 2km saja, hal itu disebabkan karena mengingat tahun lalu, seluruh peserta mencapai garis finish sekitar pukul 18.00 WIB atau molor sejam dari jadwal yang ditentukan yakni pukul 17.00 WIB. Setelah dilakukan pemangkasan jalur para peserta mencapai finish di depan Gedung Sunan Pandanaran, mereka lantas berkumpul di alun-alun Klaten. Karena di alun-alun panitia menyediakan tempat berfoto sehingga memungkinkan warga masyarakat Kabupaten Klaten dan sekitarnya dapat berfoto dengan para peserta Klaten Lurik Carnival. Selain itu, lurik dan batik hasil produksi UMKM akan dipajang di kawasan sekitar alun-alun.

Tepat pukul 14.00 WIB KLC 2017 dimulai, ribuan warga sangat antusias menyaksikan gelaran tahunan tersebut. Klaten Lurik Carnival 2017 diikuti oleh 35 peserta dari 26 kecamatan, 9 stakeholders seperti perusahaan-perusahaan di Klaten serta masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD). Masing-masing kontingen terdapat sekitar 20 model mengenakan kostum berbahan lurik.

Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Klaten, Joko Wiyono menjelaskan, model yang ditampilkan akan lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.“Ada sejumlah perbedaan penyelenggaraan Klaten Lurik Carnival tahun ini dibanding sebelumnya. Masing-masing kontingen terdapat sekitar 20 model mengenakan kostum berbahan lurik,” jelas Joko.

Namun hal itu tidak dirasakan oleh Ratna salah satu peserta asal Boyolali yang memerankan tokoh Srikandi mewakili PDAM Klaten. Menurut Ratna kostum yang dipakai oleh peserta kebanyakan masih dominan batik daripada luriknya. “Ini acara yang bagus banget cuma mungkin lebih harus difokuskan lagi untuk luriknya, kan ini banyak yang pakai kostum luriknya cuma dibuat embel-embel saja sedikit,” ungkap Ratna.

Dengan demikian adanya Klaten Lurik Carnival 2017 dalam momentum hari jadi Kabupaten Klaten menjadi kesempatan untuk memperkenalkan dan mempromosikan hasil produk  lurik dari Klaten agar kain Lurik Klaten ini akan semakin dikenal masyarakat luas, dalam maupun luar negeri dan dapat diakui bahwa kain Lurik ATBM adalah kain tenun khas asli Indonesia.

MACAM CORAK LURIK




Corak tradisional lurik ditenun menurut aturan tertentu. Baik dalam hal warna atau perpaduan warna maupun tata susunannya. Corak kain lurik diberi nama yang erat kaitannya dengan daur, falsafah/ pandangan kehidupan dan kepercayaan si pemakai.
Corak lurik secara garis besar dapat dibagi dalam 3 corak dasar, yaitu:
1. Corak lajuran, corak di mana lajur/ garis-garisnya membujur searah benang lungsi
2. Corak pakan malang, corak di mana lajur/ garis-garisnya melintang searah benang pakan
3. Corak cacahan/ kotak-kotak, corak yang terjadi dari persilangan antara corak lajuran dan corak pakan malang
Berbagai corak/ dan nama lurik terkenal antara lain corak klenting kuning, corak sodo sak ler, corak lasem, corak ojo lali, corak dam-daman, corak ketan ireng, corak ketan salak, corak dom ndlesep, corak dom kecer, corak telu-telu, corak telu-pat, corak bribil, corak tuluh watu, corak kembang telo, corak mlati seconthong, corak kembang cengkeh, corak kembang gedhang, corak yuyu sekandhang, corak gambang suling, corak kijing miring, corak liwatan, dan sebagainya.
Bahan tenun bergaris sering dianggap membosankan dan hanya dikenakan oleh generasi tua. Tapi kain tenun telah memasuki era baru, menjanjikan bab baru, dan berubah menjadi produk yang menarik dan penuh warna. Jika dulu identik sebagai kain kasar untuk menggendong jamu dan hanya digunakan untuk nilai fungsional, kini kain lurik dibuat dari bahan-bahan yang nyaman di kulit sehingga dilirik oleh para perancang busana. Lurik hadir dengan warna cerah dengan sentuhan modernitas, mengikuti permintaan pasar dan dikemas sedemikian rupa, bisa juga menjadi busana yang menarik dan indah.
Perajin lurik tradisional harus terus bereksperimen dengan benang dan warna-warna baru, serta menciptakan pasar kain lurik. Ini agar lurik semakin bertambah nilainya sehingga pendapatan perajin meningkat. Kain lurik dengan motif melintang ataupun membujur kini mendapat saingan berat dari tekstil bermotif lurik. Oleh karena itu, pemasaran kain lurik tidak bisa dilakukan dengan mengandalkan pada motifnya semata. Saat ini banyak hasil kerajinan yang berbahan dasar kain lurik. Untuk fashion tak hanya pakaian saja yang berbahan dasar kain lurik, akan tetapi kain lurik dapat dibuat menjadi tas, tas laptop, sendal, dan berbadai produk kerajinan yang lain.

ADA MAKNA DIDALAM WARNA



Salah satu keunggulan manusia adalah bahwa ia memiliki daya kreatif untuk membuat, membentuk apa yang ada di sekelilingnya, kemudian diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Daya kreativitas tersebut merupakan bagian yang penting dalam proses berkarya seni. Seni memiliki fungsi dan tujuan praktis, sebagai norma perilaku yang teratur, meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai budaya. Pada suatu masyarakat  tradisional,
selain memiliki fungsi guna atau manfaat, pakaian seringkali memiliki fungsi lain seperti fungsi status simbol, maupun ritual keagamaan, pada motif- motif tertentu terdapat kandungan nilai, harapan, dan sebagainya.
Kain lurik misalnya, merupakan suatu simbol karena ia memiliki makna, dalam setiap garisnya maupun warnanya. Lurik tidak lepas dari warna. Motif lurik dapat dikatakan terbentuk dari susunan/komposisi warna. Pada zaman dulu warna merupakan salah satu manifestasi dari simbol yang berkaitan dengan kehidupan orang Jawa, berkaitan dengan kepercayaan, hari pasaran, arah dan sebagainya.
Putih: menunjukkan arah Timur, hari pasarannya legi. Filosofinya bekal orang hidup, kebutuhan fisik yang berarti kesucian.
Merah: menunjukkan arah Selatan, hari pasarannya pahing. Filosofinya dinamik dan sudah menginjak dewasa
Kuning: menunjukkan arah Barat, hari pasarannya pon. Filosofinya keagungan, ketenangan, dan matang
Hitam: menunjukkan arah Utara, hari pasarannya wage. Filosofinya berarti kelanggengan, keabadian dan kematian.
Moncowarna (warna campuran): menunjukkan arah Tengah hari pasarannya kliwon. Filosofinya orang itu ada atau tidak ada, telah diteruskan orang lain.
Kelima warna tersebut merupakan gambaran manusia dari lahir sampai pada kematian. Warna putih menggambarkan manusia yang baru lahir, masih dalam kondisi suci belum tercemar dengan dosa, yang juga menunjukkan arah timur, dimulainya kehidupan. Kemudian bergerak searah jarum jam ke selatan, manusia suci mulai mengenal kehidupan menginjak dewasa sudah mengenal dosa digambarkan warna merah. Ke arah Barat, manusia dengan bertambahnya umur dan asam garam yang dikecapnya,
sudah mulai mapan kehidupannya. Sudah mengalami kematangan jiwa, digambarkan dengan warna kuning. Akhirnya sudah waktunya manusia mendekatkan diri, menyatukan diri pada Tuhan. Dengan hidup bijaksana, arif, meninggalkan
kehidupan jasmaniah/keduniawian, sehingga mencapai kesempurnaan hidup yang menjadi tujuan hidup orang jawa yaitu jumbuhing kawula Gusti kekal, yang dilambangkan dengan warna hitam. Kemudian sampai pada kehidupan kekal (meninggal), menuju arah tengah/pancer yang digambarkan warna hijau sering pula digambarkan tanpa warna (kosong) melambangkan Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa warna (terutama putih, merah, kuning, hitam dan hijau) sangat dekat dengan kehidupan orang Jawa. Warna-warna tersebut banyak dipakai dalam sajen-sajen upacara/selamatan orang Jawa, juga dalam kain lurik. Meskipun kelima warna tersebut tidak selalu dipakai dalam satu kain, tetapi dari corak kain lurik yang dapat dikumpulkan, kelima warna tersebut sering dipakai. Dari kelimanya warna putih dan hitam selalu dipakai pada setiap corak lurik.

BELAJAR MENENUN YUUKKKK . . . . . . .







1.   PEMILIHAN BENANG
Diawali dengan pemilihan bahan baku benang dan jenis warna yang di butuhkan untuk suatu motif lurik. Untuk benang yang digunakan untuk membuat motif adalah benang lungsen dan benang yang digunakan untuk membuat warna adalah benang pakan. Benang putih dicuci hingga bersih, selanjutnya benang putih direbus dalam air mendidih supaya tajam menyerap warna ketika proses pewarnaan. Benang putih kemudian dicuci lagi hingga bersih supaya hilang lemak-lemak yang menempel pada benang putih tersebut. 
2. PEWARNAAN BENANG
Tahap kedua adalah proses pewarnaan benang putih. Proses pewarnaan benang, biasanya dengan bahan kimia (indantren, naptol, dll) supaya tidak luntur. Benang putih yang sudah dicuci bersih kemudian dicelupkan ke dalam air mendidih yang sudah tercampur bahan kimia. Benang putih yang telah melalui proses pencelupan warna kemudian dicuci lagi hingga benar-benar bersih. Proses pewarnaan benang diakhiri dengan menjemur benang hingga benang benar-benar kering. . Waktu penjemuran memerlukan waktu 1 hari bila cuaca sedang cerah.
3. MENGIKAL BENANG
Tahap yang ketiga adalah tahap close  atau tahap mengikal benang yaitu proses penggulungan benang supaya lebih rapi dan mudah untuk ditenun. Pada tahap close  ini menggunakan mesin yang disebut mesin Skir (sekir). 
Mesin Skir yaitu mesin untuk menggulung benang. Mesin Skir ini beroperasi dengan menggunakan tenaga manual manusia bukan dengan menggunakan tenaga mesin ataupun dengan menggunakan tenaga listrik.
4. PEMBUATAN MOTIF
Tahap yang keempat adalah tahap desain motif kain Lurik. Pada tahap ini digunakan mesin yang disebut mesin Hani. Mesin Hani yaitu mesin untuk membuat desain motif kain Lurik. Sama halnya dengan mesin Skir, mesin Hani ini juga beroperasi dengan menggunakan tenaga manual manusia bukan dengan menggunakan tenaga mesin ataupun dengan menggunakan tenaga listrik. Kesulitannya adalah jika benang putus maka kita harus menyambungnya secara manual.
5. NYUCUK (PEMASUKAN BENANG KE TUSTEL)
Pada tahap ini, benang dimasukkan ke dalam gon dan sisir yaitu salah satu bagian dari peralatan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) atau biasa disebut dengan tahap dicucuk yang lebih mudah dikerjakan oleh dua orang. Proses nyucuk yaitu proses memasukkan benang satu per satu ke alat ATBM yang disebut tustel. Alat tustel merupakan alat untuk memproduksi tenun ATBM. Biasanya benang yang digunakan sebesar satu boum untuk sekali nenun
6. PENENUNAN
Tahap selanjutnya adalah finishing, proses penenunan dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

SOSOK PEREMPUAN TANGGUH



Perempuan kelahiran Klaten, tahun 1961 yang tak patah semangat membuat usaha tenun lurik meski usianya sudah tak muda lagi. Ia mulai menenun sejak tahun 1974, tepatnya saat masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Ketika waktu luang, hari-harinya digunakan untuk belajar menenun.“Sejak kecil saya sudah belajar menenun, saya sering belajar dari orang tua khususnya Bapak dalam menenun kain lurik ini,“ ungkap Ibu Suliyem (56).
Meskipun hanya lulusan Sekolah Dasar, tetapi ia tak malu untuk mendirikan usaha.   Saat  ini  ia  memiliki usaha tenun   lurik   yang   dirintisnya sejak masih kecil. Kesulitan ekonomi dan lurik yang menjadi ciri khas Kota Klaten menjadi latar belakang mendirikan usahanya tersebut. Bermodalkan bakat dari orang tua dan alat seadanya, ia memulai usahanya itu dengan penuh semangat dan kerja keras yang tinggi.
Ibu dengan dua orang anak ini hanya tinggal bersama suaminya, Darso, di rumah sederhana yang beralamatkan di Sempu, RT:18 RW:08, Tlingsing, Cawas, Klaten. Kini dua orang anaknya telah merantau ke luar kota dan tinggal bersama keluarganya masing-masing. Baginya, tak gampang menjadi seorang penenun kain lurik. Beliau harus mampu memutar otak agar hasil tenunannya nanti dapat bersaing di industri kreatif dan bisa mencukupi semua kebutuhan hidup keluarganya.  Suliyem memiliki harapan yang cukup besar untuk usahanya yang telah dirintis sejak kecil.
Pahit manis kehidupan telah ia lalui dengan kesabaran dan usaha. Hingga akhirnya, kerja kerasnya pun membuahkan hasil.
Saat ini Suliyem telah mendapatkan pengepul yang siap menerima hasil kreasi tenunannya. Sehingga ia tak perlu khawatir jika hasil tenunannya telah menumpuk belum ada yang membeli.
Suka dan duka pernah ia rasakan selama melakukan usaha tenun luriknya. Sukanya, ketika ia bisa melestarikan budaya tenun lurik ATBM yang saat ini telah tergerus oleh perkembangan zaman. Dukanya,  ketika saat ini justru banyak kaum muda yang kurang mau belajar menenun dan memilih untuk merantau di tanah orang.
Sehingga sangat diharapkan dengan adanya usaha yang ia dirikan saat ini, dapat melestarikan budaya kain tenun lurik ATBM yang saat ini semakin luntur. Selain itu, kedepannya usaha ini diharapkan dapat menopang perekonomian keluarganya dan mampu menciptakan lapangan kerja bagi warga sekitar. ”saya merasa miris dan prihatin dengan anak muda zaman sekarang. Saya juga takut dengan perkembangan lurik yang nantinya tidak ada yang meneruskan, jadi saya berharap semoga kedepannya usaha ini dapat diketahui oleh publik dan dapat memberikan motivasi untuk warga agar lebih belajar lagi dan mau terjun dalam dunia tenun kain lurik”, ujar perempuan tangguh itu.

TENUN LURIK ATBM KHAS KLATEN




Klaten memiliki ciri khas Budaya yang sangat melekat, salah satunya adalah tenun lurik yang dibuat dengan alat tradisional atau yang sering disebut dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Industri tersebut menjadi industry unggulan dan utama di Kabupaten Klaten. Maka tak heran, bila anda melewati Kota Klaten akan terdapat patung berupa orang yang sedang menenun lurik dengan ATBM. Dan bisa dibilang jika KLATEN adalah IBUKOTA TENUN LURIK.
Apa itu tenun? Tenun adalah proses membuat kerajinan dari bahan kain, menggunakan benang yang dimasukkan secara menyilang dan berulang-ulang yang dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Sedangkan kain tenun lurik sendiri adalah kain yang berpola bergaris – garis sehingga disebut lurik (Sadilah, E. 2009).
Jumlah pengrajin tenun lurik di Klaten menurut data BPS tahun 2012 sekitar 1200 pengrajin yang menyebar hingga berbagai wilayah. Keberadaan lurik tersebar di beberapa kecamatan antara lain Pedan, Cawas, Bayat, Delanggu, Juwiring dan Karangdowo. Dari beberapa wilayah tersebut, keberadaan lurik yang sangat berkembang berada di Kecamatan Cawas khusunya di Desa Tlingsing.
Oleh karena itu, desa Tlingsing telah ditetapkan pemerintah Kabupaten Klaten sejak tahun 2011 melalui Surat Keputusan Bupati telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Tenun ATBM Lurik di Kabupaten Klaten.
Desa Tlingsing merupakan desa dengan mata pencaharian utama sebagai penenun lurik. Jumlahnya terbanyak di seluruh desa desa di Kabupaten Klaten yaitu mencapai 250 orang. Tak heran bila tiap hari banyak orang menenun dan manggantukan pendapatan dari hasil menenun. Di desa tersebut karena dijadikan desa wisata berawal dengan adanya bantuan dari LSM Gita Pertiwi yang dilakukan pada tahun 2007. LSM Gita Pertiwi membantu dalam memberdayakan potensi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dengan memberikan modal dan pelatihan guna merehabilitasi kondisi masyarakat setelah gempa pada tahun sebelumnya.
Untuk itu industri tenun lurik ATBM yang terbesar berada di Kecamatan Cawas tepatnya di Desa Tlingsing. Hal itu dikarenakan potensi dan jumlah penenun yang paling banyak di Kabupaten Klaten, Jumlah penenun yang aktif dalam desa tersebut adalah 104 penenun yang terbagi menjadi dua kelompok penenun. Kelompok penenun tersebut terdapat di Dukuh Sempu bernama Maju Makmur dan Kelompok penenun di Dukuh Dadirejo, Titang, dan Guntur yang bernama Rukun Makmur.
Sampai sekarang desa wisata tersebut sudah dikunjungi oleh berbagai kalangan pelajar dan pejabat.

Mengulik Cerita si Lurik



Lurik diperkirakan berasal dari daerah pedesaan di Jawa, tetapi kemudian berkembang, tidak hanya menjadi milik rakyat, tetapi juga dipakai di lingkungan keraton. Pada mulanya, lurik dibuat dalam bentuk sehelai selendang yang berfungsi sebagai kemben (penutup dada bagi wanita) dan sebagai alat untuk menggendong sesuatu dengan cara mengikatkannya pada tubuh, sehingga kemudian lahirlah sebutan lurik gendong. Dan beberapa situs peninggalan sejarah, dapat diketahui bahwa pada masa Kerajaan Majapahit, lurik sudah dikenal sebagai karya tenun waktu itu. Bahwa lurik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lampau, dapat dilihat dari cerita Wayang Beber yang menggambarkan seorang ksatria melamar seorang putri Raja dengan alat tenun gendong sebagai mas kawinnya. Keberadaan tenun lurik ini tampak pula dalam  salah  satu  relief  Candi Boro budur yang menggambarkan orang yang sedang menenun dengan alat tenun gendong. Selain itu adanya temuan lain, yaitu prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur pada tahun 1033 menyebut kain Tuluh Watu sebagai salah satu nama kain lurik .
Pada awalnya, motif  lurik masih sangat sederhana, dibuat dalam warna yang terbatas, yaitu hitam, putih atau kombinasal antarkeduanya. Pada jaman dahulu proses pembuatan tenun lurik ini dimulai dari menyiapkan bahan yaitu benang (lawe). Benang ini berasal dari tumbuhan perdu dengan warna dominan hitam dan putih. Selanjutnya, benang tadi diberi warna dengan menggunakan pewarna tradisional, yaitu yang bernama Tarum) dan dari kulit batang mahoni. Hasil rendaman daun pohon Tom menghasilkan warna nila, biru tua, dan hitam, sedangkan kulit batang mahoni menghasilkan warna coklat.
Sebelum ditenun, benang dicuci berkali-kali, kemudian dipukul-pukul hingga lunak (dikemplong), setelah itu dijemur, lalu dibaluri nasi dengan menggunakan kuas yang terbuat dari sabut kelapa. Setelah bahan atau benang ini kaku, kemudian diberi warna. Setelah itu dijemur kembali dan benang siap untuk ditenun. Dahulu, alat yang digunakan untuk menenun dikenal dua macam alat, yaitu alat tenun bendho dan alat tenun gendong. Adapun alat tenun bendho terbyat dari bambu atau batang kayu, biasanya digunakan untuk membuat stagen. Stagen yaitu ikat pinggang dari tenunan benang yang sangat panjang dan digunakan untuk pengikat kain (jarik) oleh para wanita Jawa. Alat tenun ini digunakan dengan posisi berdiri. Disebut sebagai alat tenun bendho karena alat yang digunakan untuk merapatkan benang pakan berbentuk bendho (golok), sedangkan alat tenun gendong digunakan untuk membuat bahan pakaian, selendang lebar, maupun jarik (kain panjang). Disebut demikian karena salah satu bagiannya diletakkan di belakang pinggang, sehingga tampak seperti digendong. Dalam proses pembuatan kainnya, penenun dalam posisi duduk memangku alat tenun tersebut.
Dahulu, kain lurik dipakai hampir oleh semua orang, sebagai busana sehari-hari. Untuk wanita dibuat kebaya, atau tapih/nyamping/jarik (kain untuk bawahan). Untuk pria, sebagai bahan baju pria, di Solo disebut dengan beskap, sedangkan di Yogyakarta dinamakan dengan surjan. Selain itu, lurik juga dibuat selendang (jarik gendong) yang biasanya dipakai oleh bakul (pedagang) di pasar untuk menggendong tenggok (wadah yang terbuat dari anyaman bambu), terutama di daerah Solo dan Klaten Jawa Tengah. Selain dibuat untuk bahan pakaian ataupun selendang, yang lebih penting lagi bahwa kain lurik ini dahulu digunakan dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan, misalnya labuhan ataupun upacara adat lain seperti ruwatan, siraman, mitoni, dan sebagainya.

Tujuh Produk Unggulan Daerah


Dalam keputusannya No 050/84 Tahun 2016 telah ditetapkan tujuh produk unggulan daerah Kabupaten Klaten. Ketujuh produk unggulan daerah tersebut, yaitu batik, lurik, konveksi, tembakau asepan dan rajangan, mebel, keramik, dan logam.
Hal itu dikemukakan Kepala Sub-Bidang Evaluasi dan Litbang Bappeda Klaten, Sri Yuwana Haris Yulianta, dalam diskusi grup terfokus (FGD) perumusan tema dokumen SIDa Kabupaten Klaten. Diskusi ini diikuti para stakeholder dan klaster produk unggulan daerah.
Produk unggulan batik di Klaten, tersebar di Kecamatan Bayat, Kalikotes, dan Kemalang. Produk lurik di Kecamatan Cawas, Bayat, Trucuk, Pedan, dan Karangdowo. Sedangkan produk konveksi di Kecamatan Wedi, Pedan, Ngawen, Ceper, dan Klaten Selatan. Produk unggulan tembakau asepan dan rajangan tersebar di Kecamatan Trucuk, Wedi, Bayat, Gantiwarno, Kebonarum, Jogonalan, Kalikotes, Ngawen, Ceper, Pedan, Tulung, Karanganom, Jatinom, Kemalang, Klaten Selatan, dan Klaten Utara. Lantas, produk unggulan mebel terdapat di beberapa lokasi, yaitu di Kecamatan Trucuk, Cawas, Juwiring, dan Klaten Utara. Keramik di Kecamatan Wedi dan Bayat. Sedangkan produk unggulan logam di Kecamatan Ceper, Karanganom, Delanggu, dan Polanharjo.
“Gelar FGD dalam rangka mencapai visi Kabupaten  Klaten,  yaitu terwujudnya Kabupaten Klaten yang  maju, mandiri, dan berdaya saing, serta penyusunan peta rencana (road map) penguatan SIDa,” kata Haris.
Guna mewujudkan visi tersebut, ditetapkan delapan misi pembangunan daerah, antara lain meningkatkan dan mengembangkan ekonomi daerah yang lebih produktif, kreatif, inovatif, dan berdaya saing. 


http://mediaindonesia.com/news/read/76093/klaten-miliki-tujuh-produk-unggulan-daerah/2016-11-07
.

KLATEN DAN SEJARAH BERDIRINYA


Kabupaten Klaten (Bahasa Jawa: Hanacaraka: Latin: Klathèn) adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di utara, Kabupaten Sukoharjo di timur, serta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat.
Secara geografis Kabupaten Klaten terletak di antara 110°30’-110°45’ Bujur Timur dan 7°30’-7°45’ Lintang   Selatan.  Kabupaten Klaten terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas 53 desa dan 103 kelurahan. Ibukota  kabupaten  ini berada di Kota Klaten, yang terdiri atas tiga kecamatan yaitu Klaten Utara, Klaten Tengah, dan Klaten Selatan.
Asal mula nama Klaten ada dua versi yaitu : Versi pertama mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelati atau buah bibir. Kata kelati ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Versi kedua menyebutkan Klaten berasal dari kata Melati. Kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati. Berubah lagi jadi kata Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati berubah menjadi kata Klaten. Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orang tua sebagaimana dikutip dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Sekretariat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Klaten Tahun 1992/1993.
Melati adalah nama seorang kyai kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Nama lengkap dari Kyai Melati, adalah  Kyai Melati Sekolekan yang kemudian menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi kota Klaten yang sekarang. Konon Kyai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur dan sakti mandraguna. Karena kesaktiannya menyebabkan perkampungan itu   aman   dari gangguan    perampok. Setelah meninggal dunia, Kyai Melati dimakamkan di dekat tempat tinggalnya.
Kisah tentang Kyai Melati yang dipercaya masyarakat klaten sebagai “cikal bakal” kota Klaten merupakan awal adanya pemukiman di kota Klaten. Nama Klaten baru muncul dalam sumber sejarah, ketika desa ini dipilih sebagai tempat pendirian Benteng (Loji). Benteng (Loji) sebagai pusat kekuasaan pemerintah kolonial, setiap pendirian selalu dicatat dan diarsipkan oleh pegawai kolonial. Apalagi benteng (loji) klaten yang disebut juga dengan loji klaten, memiliki fungsi militer dan administrasi yang penting, karena berada tepat di tengah antara kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat , maka segala aktifitas berkaitan dengan benteng (loji) selalu tercatat dengan baik.
Pendirian benteng (loji) klaten yang peletakan batu pertamanya dimulai pada hari Sabtu, 28 Juli 1804. Pendirian benteng (loji) di desa Klaten tersebut dapat dianggap sebagai awal munculnya sebuah pemerintahan supra desa, karena benteng (loji) merupakan simbol kekuasaan, baik tradisional maupun kolonial.
Melihat sejarah-sejarah yang terjadi di Kabupaten Klaten seperti di atas, maka tim penggali hari jadi Kabupaten Klaten memilih tanggal pendirian benteng Klaten sebagai hari dan tanggal kelahiran Kabupaten Klaten yakni Sabtu, 28 Juli. Hal ini didasarkan pada peristiwa awal munculnya nama Klaten dalam sumber sejarah (dasar nomenklatur) dan asas kontinuitas peristiwa-peristiwa sejarah yang ada di Klaten.
Atas dasar dukungan sumber sejarah tertulis tentang pendirian Benteng Klaten ,maka dipilih tanggal 28 Juli 1804 sebagai hari lahirnya Kabupaten Klaten dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2007, tertanggal 18 Juni 2007 tentang Hari Jadi Kabupaten Klaten.
Sesepuh dan tokoh masyarakat Klaten yang kini bermukim di Ibu kota negara Jakarta menulis di akun jejaring sosialnya bahwa  posisi Benteng (loji) Klaten atau yang disebut Fort Engelenburg, semula berada di sebelah utara Alun-alun kota ,tepatnya pada lokasi Masjid Raya Klaten sekarang. Masih segar dalam ingatan ketika bekas Benteng itu dipugar untuk pembangunan masjid ada korban jiwa yakni tenaga kerja terkena ledakan bom yang  tercangkul saat menggali, ketika kecil dilokasi itulah menjadi salah satu arena bermain bersama teman-temannya.


(kemalang.klaten.info/2013/09/melihat-klaten-dan-sejarah-berdirinya.html?m=1)

DETAIL MAGAZINE



Alhamdulillah, segala pujian yang sempurna hanya milik Tuhan YME. Berkat pertolongan dan taufik dari Allah , Detail Magazine edisi perdana bisa menyapa Anda. Detail Magazine akan mengulas secara lengkap berbagai masalah seputar dengan lurik Kabupaten Klaten. Meski demikian, tentu tidak bijak apabila anda semua melewatkan faedah yang terangkum dalam lembaran-lembaran ini.  Bagaimanapun juga, anda adalah pihak yang bertanggung jawab atas berkembangnya kerajinan lurik tenun yang dimiliki.
Sebagai masyarakat, tentunya harus sadar akan kain tradisional warisan nenek moyang yaitu kain lurik. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa anda adalah salah satu harapan bagi warisan leluhur untuk melestarikan kain khas tradisional Kabupaten Klaten yang keberadaannya mulai tenggelam ini.
Detail Magazine tampil untuk ikut memberi sedikit andil. Beragam rubrik menarik akan kami sajikan setiap lembarannya. Detail Magazine berusaha menampilkan artikel dengan bahasa yang simpel dan kajian yang sederhana, tanpa mengurangi bobot keilmiahan. Mudah, ringkas, disertai dalil yang jelas, itulah yang menjadi tekad kami.
Pembaca, manusia tetaplah manusia. Makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kealpaan. Meski sudah diusahakan, toh kekeliruan dan kekurangan masih saja ada. Karena itu, kritik membangun dan tegur sapa Anda menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami untuk semakin menyajikan yang terbaik.

      Redaksi