Jumat, 18 Agustus 2017
ADA MAKNA DIDALAM WARNA
Salah satu keunggulan manusia adalah bahwa ia memiliki daya kreatif untuk membuat, membentuk apa yang ada di sekelilingnya, kemudian diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Daya kreativitas tersebut merupakan bagian yang penting dalam proses berkarya seni. Seni memiliki fungsi dan tujuan praktis, sebagai norma perilaku yang teratur, meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai budaya. Pada suatu masyarakat tradisional,
selain memiliki fungsi guna atau manfaat, pakaian seringkali memiliki fungsi lain seperti fungsi status simbol, maupun ritual keagamaan, pada motif- motif tertentu terdapat kandungan nilai, harapan, dan sebagainya.
Kain lurik misalnya, merupakan suatu simbol karena ia memiliki makna, dalam setiap garisnya maupun warnanya. Lurik tidak lepas dari warna. Motif lurik dapat dikatakan terbentuk dari susunan/komposisi warna. Pada zaman dulu warna merupakan salah satu manifestasi dari simbol yang berkaitan dengan kehidupan orang Jawa, berkaitan dengan kepercayaan, hari pasaran, arah dan sebagainya.
Putih: menunjukkan arah Timur, hari pasarannya legi. Filosofinya bekal orang hidup, kebutuhan fisik yang berarti kesucian.
Merah: menunjukkan arah Selatan, hari pasarannya pahing. Filosofinya dinamik dan sudah menginjak dewasa
Kuning: menunjukkan arah Barat, hari pasarannya pon. Filosofinya keagungan, ketenangan, dan matang
Hitam: menunjukkan arah Utara, hari pasarannya wage. Filosofinya berarti kelanggengan, keabadian dan kematian.
Moncowarna (warna campuran): menunjukkan arah Tengah hari pasarannya kliwon. Filosofinya orang itu ada atau tidak ada, telah diteruskan orang lain.
Kelima warna tersebut merupakan gambaran manusia dari lahir sampai pada kematian. Warna putih menggambarkan manusia yang baru lahir, masih dalam kondisi suci belum tercemar dengan dosa, yang juga menunjukkan arah timur, dimulainya kehidupan. Kemudian bergerak searah jarum jam ke selatan, manusia suci mulai mengenal kehidupan menginjak dewasa sudah mengenal dosa digambarkan warna merah. Ke arah Barat, manusia dengan bertambahnya umur dan asam garam yang dikecapnya,
sudah mulai mapan kehidupannya. Sudah mengalami kematangan jiwa, digambarkan dengan warna kuning. Akhirnya sudah waktunya manusia mendekatkan diri, menyatukan diri pada Tuhan. Dengan hidup bijaksana, arif, meninggalkan
kehidupan jasmaniah/keduniawian, sehingga mencapai kesempurnaan hidup yang menjadi tujuan hidup orang jawa yaitu jumbuhing kawula Gusti kekal, yang dilambangkan dengan warna hitam. Kemudian sampai pada kehidupan kekal (meninggal), menuju arah tengah/pancer yang digambarkan warna hijau sering pula digambarkan tanpa warna (kosong) melambangkan Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa warna (terutama putih, merah, kuning, hitam dan hijau) sangat dekat dengan kehidupan orang Jawa. Warna-warna tersebut banyak dipakai dalam sajen-sajen upacara/selamatan orang Jawa, juga dalam kain lurik. Meskipun kelima warna tersebut tidak selalu dipakai dalam satu kain, tetapi dari corak kain lurik yang dapat dikumpulkan, kelima warna tersebut sering dipakai. Dari kelimanya warna putih dan hitam selalu dipakai pada setiap corak lurik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar